“BAND” DEMOKRAT SIBUK
PERBAIKI
SOUND SYSTEM
KATA mantan Wapres Jusuf Kalla, panggung pilpres itu tak
ubahnya pentas musik. Partai itu ibaratnya band, sedangkan capres adalah
penyanyi. Maka yang terjadi kemudian, ada penyanyi tak punya band, ada pula band
tak punya penyanyi. Yang parah, ada band bagus tapi penyanyinya bersuara
sumbang. Tapi paling mengharukan, ada band yang boro-boro mikir penyanyi,
karena dia masih sibuk perbaiki sound system dan instrumen musiknya.
Sesuai UU
Pilpres No. 42 tahun 2008, calon independen dalam Pilpres memang tidak
dimungkinkan. Maka bertolak dari pendapat JK, capres tanpa dukungan parpol sama
saja dengan pengamen biskota yang hanya bermodal mulut dan tepukan tangan.
Fajrul Rachman pernah mengkritisi hal ini, tapi uji materinya UU Pilpres
tersebut dimentahkan di Mahkamah Konstitusi. Karena itulah posisi tawar parpol
menjadi semakin tinggi. Minta dukungan nyapres, siap-siap jawab pertanyaan:
“Wani pira?”
Dewasa ini
“pengamen” muda itu adalah Farhat Abas, karena belum satupun band yang tertarik
mengiringinya, meski punya program unggulan “sumpah pocong” untuk penegakan
hukum. Rhoma Irama meski dilirik oleh
band PKB, sepertinya hanya dijadikan penyanyi cadangan, karena faktanya PKB
masih melirik penyanyi lain. Begitu pula Golkar, meski Bung Ical selaku
pemimpin band itu ikutan jadi penyanyi, tapi suaranya masih sumbang, meski dia
sudah menguasai teori musik dan not
balok.
Paling
mengharukan adalah band Demokrat. Di kala band-band lain siap-siap ikut lomba
di tahun 2014, Anas Urbaningrum malah menyatakan berhenti sebagai pemimpin
band. Maka di kala lomba itu tinggal 1,5 tahun lagi, mereka masih sibuk
memperbaiki instrumen musik dan sound systemnya.
Jadi boro-boro mikir penyanyinya, wong cari pemimpin band yang baru saja belum ketemu.
Kini mereka masih sibuk menyetem gitar elektriknya, teng teng ting teng…… - gunarso ts
kalo saya vokalisnya gimana,.....??
BalasHapuswk...wk...wk...pasti suaranya sumbang penontonnya kabur........
Hapus